Makalah Teori Lokasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan wilayah merupakan instrument yang dapat memberikan arah dalam pembangunan wilayah secara menyeluruh dan terpadu. Pembangunan tersebut terbagi dalam berbagai kegiatan baik kegiatan pertanian maupun non pertanian yang dominan dalam kontribusi pertumbuhan wilayah suatu wilayah. Kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan pengaturan lokasi yang mampu memberikan keuntungan maksimum, efisiensi dalam aksesbilitas serta penggunaan ruang yang optimal sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat berlangsung (Budiyono, 2003). Penentuan lokasi kegiatan harus mempertimbangkan berbagai faktor antara lain aksesibilitas, bahan baku mentah, tenaga kerja, pemasaran, dsb. Berbagai pertimbangan yang deskriptif kuantitatif dan kualitatif tersebut dikenal dengan sebutan “Teori Lokasi”.
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya sepanjang manusia awam masih bisa menjangkaunya. Lokasi menggambarkan posisi pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan (berjauhan) tersebut.
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegitan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun social. Dalam mempelajari lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya.
Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak berkembang tetapi telah ada sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places), terdapat tingkat penyelidikan pelayanan yang berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat yang berbeda bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang setingkat walaupun tumpang tindih tetapi tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh beberapa ahli ekonomi atau geografi yang dirintis oleh Walter Christaller. Ahli ekonomi Von Thunen melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke pasar yang tercermin dalam sewa tanah. Weber secara khusus menganalisis lokasi industri. Ketiga tokoh diatas dianggap pelopor atau pencipta landaan dalam hal teori lokasi. Begitu pentingnya teori lokasi dalam pembangunan maka penulis dalam makalah ini akan menjelaskan teori lokasi, analisis dan aplikasi teori lokasi dalam pembangunan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori lokasi menurut beberapa ahli?
2. Apa saja faktor penentu pemilihan lokasi kegiatan industri?
3. Bagaimana penerapan teori lokasi dalam pembangunan?
4. Bagaimana norma, standar, prosedur, manual dalam geografi pembangunan?
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui lebih mendalam teori lokasi dalam kajian geografi ekonomi serta pengaruhnya terhadap pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Lokasi
Teori lokasi adalah teori yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, serta menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha atau kegiatan lain, baik ekonomi maupun sosial (Tarigan:2006).
Teori lokasi merupakan suatu teori yang dikembangkan untuk melihat dan memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi termasuk industri dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk melihat dan memperhitungkan bagaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi itu saling berhubungan (interrelated).
2.1.1. Teori Lokasi menurut Von Thunen
Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari Jerman yang pada tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”. Teori Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen mengembangkan teori ini berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Dalam teori ini ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat. Pada zaman dulu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak strategis. Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Biaya transportasi yang dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di dapat. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah Von Thunen mengeluarkan teori lokasi pertanian.
Jauh dekatnya jarak tempuh antara wilayah produksi atau bahan baku dengan pusat distribusinya di pasar akan membentuk lingkar lokasi yang menjadi wilayah dimana lokasi tersebut merupakan pusat aktivitas utama yang disebut dengan kota. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1) Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
2) Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
3) Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah lain (Single Destination).
4) Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
5) Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).
6) Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda Transportation).
7) Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar. (Equidistant).
Gambar 1. Pola penggunaan lahan Von Tunen
Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Gambar 2. Aplikasi zona konsentrik Von Tunen
Kelebihan teori von thunen Menjadi acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai kegiatan perekonomian. Serta Dapat menentukan berbagai Kawasan ( Zoning ). Kelemahan teori von thunen adalah:
a) Kemajuan transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
b) Ada beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
c) Adanya berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman jarak jauh.
d) Kondisi topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan dihasilkanpun akan berbeda.
e) Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota.
f) Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.
2.1.2. Teori Lokasi Wlater Christaller
Teori Central Place diperkenalkan pertama kali pada tahin 1933 oleh seorang Geographer Walter Christaller yang menjelaskan distribusi spasial kota dalam suatu ruang. Pada suatu pusat kota di Selatan Jerman, Crhristaller berpendapat bahwa tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah menyediakan barang dan jasa untuk populasi di lingkungan sekitarnya. Teori Central place menggunakan konsep dasar threshold dan range. Lokasi atas suatu tempat ditentukan oleh threshold-nya, atau kebutuhan area pasar minimum atas suatu barang maupun jasa untuk dapat ditawarkan secara ekonomis, contohnya membawa sebuah perusahaan dapat mengadakan barang dan jasa dan menjaganya menjadi sebuah bisnis. Christaller menyarankan bahwa setiap lokasi mengembangkan pasarnya sampai rangenya atau ukuran maksimum/jarak maksimum dimana konsumen mampu melakukan perjalanan untuk menjangkau suatu komoditi atau jasa. Dalam kondisi ideal pusat pasar dengan ukuran dan fungsi yang sama akan memiliki jarak yang sama satu sama lain.
Gambar 3. Treshold dan Range
Christaller menyarankan bahwa barang dan jasa dapat dikategorikan menjadi rangkaian tingkatan dari kekhususan rendah atau orde dasar (seperti produk pangan) sampai orde tinggi atau memiliki kekhususan tinggi (seperti sebuah tingkatan layanan kesehatan atau tingkatan alat-alat rumah tangga maupun kendaraan). Misal: dilakukan kategorisasi atau pengelompokan produk.
Kelompok 1: diperlukan sehari-hari: produk pangan.
Kelompok 2: diperlukan setiap 3 bulan sekali: sandang, peralatan rumah tangga, dll.
Kelompok 3: diperlukan setahun sekali: furniture.
Kelompok 4: barang mewah, kendaraan.
Semakin tinggi kelompok barang, range dan threshold nya semakin luas. Dalam konsep ruang, makin luas wilayah pemasaran suatu barang, ordenya semakin tinggi. Pada contoh diatas, barang kelompok 4 termasuk pada orde I, barang kelompok 3 sebagai orde II, dst. Masing-masing item atau jasa memiliki optimal
market areanya masing-masing dan dapat digambarkan sebagai sebuah radius lingkaran. Untuk memastikan bahwa seluruh bagian dataran terlayani, maka seluruh lingkaran market area harus tumpang tindih. Hasil polanya dapat digambarkan menggunakan bentuk geometrik lingkaran, segi enam, dan segitiga.
Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang mampu dilayani relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994). Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Dan teori tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat (Central Place Theory) oleh Christaller.
Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.
Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement). Tujuan dari analisis keruangan adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai dengan struktur keruangan dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan, aksebilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah dan hambatan interaksi. Hal ini didasarkan olah adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta adanya hirarki diantara tempat-tempat tersebut.
Perkembangan tempat-tempat sentral tergantung konsumsi barang sentral yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan dan penawaran serta harga, juga kondisi wilayah dan transportasi seperti yang telah dikemukakan oleh Christaller dalam “Central Place Theory”. Christaller menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain. Christaller mengatakan beberapa asumsi dalam penysunan teori tersebut, seperti :
1. Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.
2. Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
3. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.
4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.
5. Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama, dan penduduk tersebar secara merata.
Kelebihan teori ini adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis ini dapat dikembangkan untuk melihat suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap batas wilayah pengaruhnya, dimana orang masih ingin mendatangi pusat yang memiliki daya tarik tersebut. Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Kelemahan teori ini adalah jangkauan suatu barang dan jasa tidak ditentukan lagi oleh biaya dan waktu. Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, konsumen tidak selalu memilih tempat pusat yang paling dekat. Hal ini bisa disebabkan oleh daya tarik atau fasilitas sarana dan prasarana tempat pusat yang lebih jauh tersebut lebih besar dibandingkan dengan tempat pusat yang terdekat.
Penerapan model Christaller di Indonesia, salah satu contohnya dapat dilihat dari hierarki layanan fasilitas kesehatan. Di tingkat kecamatan, PUSKESMAS melayani kebutuhan kesehatan masyarakat pada level penyakit ringan. Di tingkat kabupaten, terdapat RSUP yang melayani kebutuhan kesehatan masyarakat dengan ragam layanan yang lebih bervariasi sehingga penyakit berat dapat ditangani dan jangkauan layanan yang lebih jauh. Sedangkan di tingkat propinsi, RSUP mampu memberikan layanan kesehatan lengkap untuk segala macam penyakit dan jangkauan layanan paling luas.
2.1.3 Teori lokasi menurut Weber (1909)
Menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar,
2.1.4. Teori lokasi menurut palender dan hovver
Teori lokasi biaya rendah yang dikembangkan oleh Weber berasumsikan bahwa permintaan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh perusahaan yang berdekatan. Dengan demikian, secara implisit teori ini juga mengasumsikan persaingan bebas tanpa ada kemungkinan timbulnya kekuatan monopoli yang ditawarkan oleh lokasi perusahaan lain. Namun demikian lokasi biaya minimum perlu menjamin keuntungan maksimum. Keuntungan dapat saja meningkat bila lokasi perusahaan yang bersangkutan pindah ke daerah konsentrasi permintaan sekalipun biaya bertambah. Gejala ini disebabkan oleh penjualan yang meningkat per satuan produk lebih rendah.
Perusahaan yang berdiri sendiri di suatu daerah, dalam batas tertentu, tidak perlu memperhatikan kebijaksanaan perusahaan lain. Ia bebas menentukan kebijakaannya dalam bidang harga, kualitas, maupun atribut lain dalam produknya. Tak demikian halnya bila ia berlokasi tak berjauhan dengan perusahaan lain dan mempunyai daerah pasar diperebutkan dengan perusahaan itu. Dalam hal ini kebijaksanaan yang diambil dipengaruhi oleh perusahaan lain atau sebaliknya.
Beberapa unsur ketergantungan lokasi telah dikemukakan dalam teori Palander dan Hoover. Teori ketergantungan lokasi berpangkal tolak dari kesamaan biaya bagi semua perusahaan dan menjual produknya di pasar yang tesebar secara sepasial.
Teori biaya minimum dan ketergantungan lokasi (Theory Least Cost and Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada tahun 1956 dalam bukunya Plant Location in Theory and in Practice dan Microeconomics and The Space Economy. Greenhut berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori ketergantungan lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a. Biaya lokasi yang meliputi biaya angkutan, tenaga dan pengelolaan
b. Faktor lokasi yang berhubungan dengan permintaan, yaitu ketergantungan lokasi dan usaha untuk menguasai pasar.
c. Faktor yang menurunkan biaya.
d. Faktor yang meningkatkan pendapatan.
e. Faktor pribadi yang berpengaruh terhadap penurunan biaya dan peningkatan pendapatan.
f. Pertimbangan pribadi.
2.1. Faktor Penentu Pemilihan Lokasi Kegiatan Industri
1. Ongkos angkut
Ongkos angkut merupakan faktor atau variabel utama yang sangat pentng dalam pemilihan lokasi dari suatu kegiatan ekonomi. Hal ini dikarenakan ongkos angkut erupakan bagian yang cukup penting dalam kalkulasi biaya produksi.misalnya hasil pertanian ataupun pertambangan dalam pengangkutannya membutuhkan biaya yang relatif besar. Besar kecilnya ongkos angkut tersebut akan mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan ekonomi karena pengusaha akan cendrung memilih lokasi yang dapat memberikan ongkos angkut minimum guna meningkatkan keuntungan secara maksimum.
2. Perbedaan upah antar wilayah
Perbedaan ini dapat terjadi karena variasi dalam biaya hidup, tingkat inflasi daerah, dan komposisi kegiatan ekonomi wilayah. Perbedaan upah ini mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan ekonomi karena tujuan utama investor mencari keuntungan lebih. Bila upah disuatu wilayah lebih rendah dibanding wilayah lain, maka pengusaha akan cendrung memilih lokasi wilayah tersebut karena dapat menekan biaya produksi.
3. Keuntungan aglomerasi
Keuntungan aglomerasi muncul bila kegiatan ekonomi yang saling terkait satu sama lain terkonsentrasi pada satu tempat tertentu. Keterkaitan ini dapat berbentuk kaitan bahan baku dan kaitan dengan pasar. . bila keuntungan tersebut cukup besar, maka pengusaha akan cendrung memilih lokasi kegiatan ekonomi terkonsentrasi dengan kegiatan lainnya yang saling terkait.
4. Konsentrasi Permintaan
Bila suatu perusahaan berlokasi pada wilayah dimana terdapat konsentrasi permintaan yang cukup besar, maka jumlah penjualan akan menngkat. Disamping itu biaya pemasaran menjadi lebih sedikit sehingga memperbesar tingkat keuntungan perusahaan.
5. Kompetisi antar wilayah
Persaingan disini dimaksudkan persaingan sesama perusahan dalam wilayah tertentu atau antar wilayah. Daya saing perusahaan akan lebih kuat jika berlokasi dekat dengan konsumennya.
6. harga sewa dan tanah
untuk menekan biaya produksi, perusahaan cendrung memilih lokasi dimana harga dan sewa tanah lebih rendah. Pemilihan lokasi dalam hal ini menjadi penting karena harga tanah biasanya bervariasi antar tepat.
Penentuan lokasi untuk industri berkaitan erat dengan usaha pengembangan industri sebagai sarana penggerak ekonomi daerah dan pengaturan spasial dalam rangka memelihara lingkungan hidup yang tepat dan serasi. Rencana tata guna lahan daerah harus mampu menunjukan lokasi-lokasi pemusatan industri yang berkaitan dengan industri yang berorientasi sumber daya alam dan energi, serta individu yang berorientasi pada tenaga kerja atau pasar.
1. Tempat lokasi industri yang berorientasi pada sumber daya alam dan energi dengan mengingat pada:
a. Potensi SDA yang dimilii daerah
b. Potensi SDA penunjang seperti air tanah, air sungai yang dapat dimanfaatkan guna air industri dan air minum
c. Potensi energi yang memadai
d. Potensi atau keterjangkauan pada saran dan praarana yang diperlukan
e. Potensi yang berkembang menjadi aglomerasi indutri
2. Tempat lokasi industri yang berorientasi pada pasar atau tenaga kerja dengan mengingat pada:
a. Permukiman penduduk yang berdekatan
b. Potensi sumber daya air untuk air maupun air minum
c. Potensi energi yang memadai
d. Keterkaitan dengan industri hulu agar dapat membentuk indusri yang efisien dan saling berkait sehingga dapat menghasilkan efek penyebaran atau mata rantai kedepan atau kebelakang yang panjang
e. Potensi atau keterjangkauan pada sarana yang diperlukan.
Kesemua faktor geografis ini timbul sesuai orientasi dan jenis industri yang didirikan. Seperti halnya jenis industri tertentu sangat tergantung bahan mentah maka industri tersebut didiirikan dengan orientasi ke daerah bahan baku, terutama untuk industri yang memiliki bahan baku cepat rusak, bobot yang lebih berat dan pengangkutan memakan tempat dibandingkan barang tersebut setelah diolah oleh industri. Akan tetapi industri lain dapat saja pada lokasi pasar dengan pertimbangan akan memakan ongkos angkut yang besar. Dan industri tertentu juga sangat tergantung kebutuhan air dalam pelaksanaan yang besar. Dan industri tertentu juga sangat tergantung keutuhan akan air dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya, tentu saja pilihan berdirinya industri tersebut pada daerah yang banyak suplai airnya. Semakin berkembangnya industri, maka produk yang dihasilkan tidak hanya untuk kebutuhan lokal akan tetapi juga dapat dipasarkan dalam jangkauan yang lebih luas. Hal ini disebabkan pasaran lokal tidak menampung semua hasil produk industri. Untuk itu pasaran mulai merambah dalam jangkauan yang lebih besar pada kondisi ini sangat tergantung dengan fasilitas transportasi misalnya jalan, pelabuhan, dan lapangan udara.
2.3. Contoh penerapan teori lokasi pada PT. Semen Padang di Sumatera Barat
Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat memiliki kemajuan yang cukup signifikan di bidang ekonominya. Salah satu faktor yang berperan penting dalam peningkatan perekonomian adalah industri. Industri di Padang yang sudah berkembang dan cukup terkenal adalah PT Semen Padang.
PT Semen Padang merupakan pabrik semen tertua di Tanah Air berdiri di Padang. Industri ini beroperasi di Indarung Kecamatan Lubuk Kilangan Padang, kehadiran pabrik semen tersebut memberikan peran cukup strategis dalam bidang ekonomi dan penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat di Ranah Minang.
Pada saat ini, Semen Padang mengambil bahan baku semen dari batu kapur di Bukit Karang Putih Indarung. Jarak yang ditempuh dari Pabrik ke bukit karang putih ±8 Km, sedangkan jarak ±12 Km dari Pasar Raya Padang. Lokasi PT Semen Padang disini menggunakan Teori Webber yang ke 1 yaitu daerah industri berada di tengah tengah di antara pasar dan bahan baku. Hal ini menjadi pertimbangan karena jarak dari pabrik yang dekat dengan bahan baku dan jangkauan pasarnya juga luas. Jika pabrik di letakkan terlalu dekat dengan bahan baku, tidak memungkinkan karena daerah di dekat bahan baku agak curam dan tidak cocok untuk membangun kawasan pabrik. Karena itu lokasi pabrik berada di pinggir kota Padang dan juga tidak terlalu jauh dari bahan baku. Pemilihan lokasi di pinggir kota (Sub Urban Location) juga menguntungkan karena pajak tidak seberat ketika berada di pusat kota, tenaga kerja dapat tinggal berdekatan dengan lokasi industri, harga tanah yang relatif tidak semahal di pusat kota, serta populasi yang tidak begitu besar sehingga masalah lingkungan tidak banyak timbul.
Teori yang cocok dengan PT Semen Padang adalah teori Webber karena daerah yang berada tidak terlalu jauh dari pusat kota dan bahan baku. Dan juga Webber mengatakan bahwa lokasi industri harus terletak di tempat yang memiliki biaya minimal. Daerah Indarung, Padang merupakan daerah dengan biaya yang minimal karena letaknya yang dipinggir kota namun dekat dengan bahan baku pembuatan semen. Keberadaanya yang lumayan dekat dengan pasar dapat menghasilkan profit yang tinggi, karena produk yang terjual cukup banyak seiring dengan tingginya permintaan. Permintaan juga tidak hanya datang dari masyarakat Sumatera Barat namun juga masyarakat di pulau jawa dan daerah lainnya di pulau sumatera. Selain itu profit juga diperoleh dari minimnya biaya distribusi yang dikeluarkan.
Dalam memilih lokasi industri sebaiknya memperhatikan aspek strategis wilayah tersebut. Wilayah yang dipilih harus mudah dijangkau, dekat dengan sumber bahan produksi dan berdekatan dengan jumlah permintaan produk yang diproduksi misalnya pasar. Keberadaan lokasi produksi yang berdekatan dengan pasar dapat menghasilkan profit yang tinggi. Seiring berkembangnya suatu kota yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi kota dan juga meningkatkan keterbatasan lahan perkotaan, maka dibutuhkan suatu inovasi dalam penentuan lokasi industri yang masih dapat diintegrasikan dengan kebijakan setempat yang telah ada dan juga kondisi sosial-budaya masyarakat sekitar karena hal tersebut yang juga dapat menekan pengeluaran perusahaan. Pemilihan lokasi PT Semen Padang di pinggir kota Padang tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah perekonomian masyarakat di kawasan tersebut sehingga dapat memajukan kawasan tersebut sama seperti bagian kota Padang yang lainnya.
2.4. Norma, Standar, Prosedur, Manual (NSPM) dalam Pembangunan
Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Kementrian yang terus dikembangkan untuk menunjang operasional Direktorat Jenderal dan lainnya yang terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang dibangun dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
Ditetapkannya NSPM bertujuan untuk memberikan panduan dan kemudahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi untuk melaksanakan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana guna mempertahankan mutu pekerjaan atau bahkan dalam skala tertentu untuk menjaga kepentingan masyarakat agar tidak dirugikan akibat dampak pembangunan di bidang pekerjaan konstruksi (ke PU an).
Norma : Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku yang sesuai.
Standar : Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan.
Prosedur : Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem.
Manual : Buku petunjuk praktis tentang suatu jenis pekerjaan atau tentang cara kerja suatu alat atau peranti tertentu.
2.4.1. NSPM Bidang Perencanaan Pengembangan Wilayah
Ditetapkannya NSPM dimaksudkan untuk memberikan panduan dan kemudahan bagi yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi (ke PU an) untuk melaksanakan kegiatan pembangunan guna mempertahankan mutu pekerjaan atau bahkan dalam skala tertentu untuk menjaga kepentingan masyarakat agar tidak dirugikan akibat dampak pembangunan di bidang pekerjaan konstruksi.
2.2.2 Urgensi NSPM dalam Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Dimulai tahun 1980-an sebagai kritik terhadap sistem pemerintahan sentralistik yang mengakibatkan ketidakefisienan pembangunan
Dikenalkannya desentralisasi perencanaan, untuk mendukung proses ini, Departemen PU menetapkan PP No.14 Tahun 1987 tentang “Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidan ke-PU-an kepada Daerah”, termasuk penyerahan urursan rencana tata ruang yang merupakan bagian bidang Cipta Karya (Ruchyat Deni, 2003). Pada saat itulah dibuat NSPM dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan.
Kurangnya NSPM bidang penataan ruang selama ini telah disadari sebagai satu kelemahan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Bagaimanapun juga, desentralisasi mempunyai dampak dalam pelaksanaannya. Pengaruh desentralisasi terhadap wilayah yang belum siap menjadi bumerang terhadap wilayah tersebut dan sekitar. Implementasi dari Perencanaan dan Pengembangan Wilayah yang buruk dinilai sebagai faktor utama dari banyak wilayah seharusnya berkembang menjadi tidak berkembang sehingga mengakibatkan kemiskinan, kerusakan lingkungan dan buruknya tata ruang dan tata guna lahan wilayah tersebut.
Sebagai contoh ketidaksesuaian NSPM terhadap implemetasinya dalam perencanaan dan pengembangan wilayah adalah Waduk Pluit yang mengalami pendangkalan akibat lahan yang seharusnya digunakan untuk RTH digunakan sebagai permukiman.
Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam Kesepakatan Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan pada 2 Januari 2004, sebagai bagian Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan yang mencantumkan Tujuan Pembangunan Milenium negara (Tantangan Tata Kelola Lingkungan, 2010). Untuk mewujudkan hal tersebut, haruslah dibuat Perencanaan Pengembangan Wilayah kembali yang disesuaikan dengan keadaan sekarang (karena sudah mengalami perubahan lingkungan).
NSPM perencanaan tata ruang ditujukan untuk menjamin produk rencana tata ruang yang berkualitas, yang disusun dengan berdasarkan pada daya dukung lingkungan, kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana, dan kebutuhan pengembangan kegiatan masyarakat yang terus berkembang, serta melalui proses partisipatif memperhatkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori lokasi menyelidiki tata ruang (spatial order) kegitan ekonomi, alokasi geografis, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun social. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi kelokasi lainnya. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places), terdapat tingkat penyelidikan pelayanan yang berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat yang berbeda bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang setingkat walaupun tumpang tindih tetapi tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh beberapa ahli ekonomi atau geografi yang dirintis oleh Walter Christaller. Ahli ekonomi lainnya Von Thunen melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke pasar yang tercermin dalam sewa tanah. Weber secara khusus menganalisis lokasi industri. Dan teori ini dikenal denga teori lokasi
3.2 Saran
Teori tata guna lahan Von Thunen tidak dapat sepenuhnya diterapkan saat ini. Di zaman modern seperti sekarang, jasa angkutan telah menjamur dan berlomba-lomba menawarkan harga murah. Masalah biaya angkut dirasa sudah tidak membebani pelaku produksi yang berasal dari daerah desa. Akan tetapi, perbedaan sewa lahan tetap tinggi di wilayah kota. Oleh Karena itu pemerintah harus lebih memperhadikan kondisi masyarakan ataupun wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachmat, Idris dan Maryani, E.1997. Geografi Ekonomi. Institut Kerguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.
Hadi, Ridha. 2010. “Dasar-dasar Teori Von Thunen,” dalam blogspot. http://ridha-planologi.blogspot.com. Diunduh Jumat, 7 September 2012.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional. Padang: Praninta offset
http://www.undip.ac.id (diakses tanggal 17 Oktober 2016)
Komentar
Posting Komentar