MAKALAH GEOLOGI UMUM LETUSAN GUNUNG TAMBORA 1815



MAKALAH GEOLOGI UMUM
LETUSAN GUNUNG TAMBORA 1815




Disusun oleh :

RESTIANA
NIM : 14136006




DosenPembimbing:
Deded Chandra S.Si, M.Si




 GEOGRAFI
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015







Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT, hanya dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan dan diraihnya segala macam kesuksesan. Shalawat rahmat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw, yang kepada beliau diturunkan Allah Al-Qur’an dan diberi tugas untuk menjelaskan, menafsirkan dan memberi contoh pelaksanaannya.

Laporan pembuatan peta digital ini ditulis sebagai tugas akhir dari mata kuliah Geologi. Kami berterima kasih kepada bapak dosen pembimbing dan teman-teman yang sudah sangat  membantu dalam penyelesaian  makalah ini.

Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam pembuatan peta digital yang telah kami selesaikan serta dalam  penulisan laporan ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan tugas ini.


Penulis




Padang, Juni 2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material ya ng dikeluarkan pada saat meletus.
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terlatak diatas pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng pasifik. Pertemuan dari tiga lempeng bumi diatas menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Dibumi ini terdapat dua jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya melewati Indonesia.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka, saya mengambil rumusan masalah sebagai berikut ini.
1.      Apa itu gunung api?
2.      Bagaimana ciri-ciri gunung akan meletus?
3.      Seperti apa hasil letusan gunung api?
4.      Seperti apa bahaya dari bencana alam gunung meletus?
5.      Seperti apa klasifikasi gunung di Indonesia?
6.      Bagaimana sejarah letusan gunung api di Indonesia?
7.      Bagaimana mitigasi bencana gunung api?
8.      Bagaimana gambaran kronologis letusan gunung Tambora 1815 ?
9.      Seperti apa pengaruh letusan gunung tambora terhadap perubahan iklim dunia ?
10.  Seperti apa penemuan sejarah yang ditemukan pasca letusan ?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mengikuti ujian akhir semester mata kuliah Geologi Dasar. Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan kita semua tentang sejarah letusan-letusan hebat gunung api di Indonesia pada periode dua abad silam.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi Gunung Api
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material ya ng dikeluarkan pada saat meletus.
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukanice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terlatak diatas pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng pasifik. Pertemuan dari tiga lempeng bumi diatas menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Dibumi ini terdapat dua jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya melewati Indonesia.
Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif.

B.     Ciri-ciri Gunung Akan Meletus
Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain:
1)      Suhu di sekitar gunung naik.
2)      Mata air menjadi kering.
3)      Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa).
4)      Tumbuhan di sekitar gunung layu.
5)      Binatang di sekitar gunung bermigrasi.

C.    Hasil Letusan Gunung Api
Berikut adalah hasil dari letusan gunung berapi, antara lain :
1.      Gas vulkanik 
Gas yang dikeluarkan gunung berapi pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida(S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan manusia.
Lava dan aliran pasir serta batu panas
2.      Lava
Lava adalah cairan magma dengan suhu tinggi yang mengalir dari dalam Bumi ke permukaan melalui kawah. Lava encer akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk bermacam-macam batuan.
3.      Lahar 
Lahar adalah lava yang telah bercampur dengan batuan, air, dan material lainnya. Lahar sangat berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi.

4.      Hujan Abu
Yakni material yang sangat halus yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena sangat halus, abu letusan dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Abu letusan ini bisa menganggu pernapasan.

5.      Awan panas
Yakni hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat batuan pijar yang panas dan material vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600 °C. Awan panas dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki dan juga dapat menyebabkan sesak napas.

D.     Bahaya Letusan Gunung Berapi
Bahaya Letusan Gunung Api di bagi menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu :
a.       Bahaya Utama (Primer) 
Awan Panas, merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi bagaikan gunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tinggi, antara 300 - 700? Celcius, kecepatan lumpurnyapun sangat tinggi, > 70 km/jam (tergantung kemiringan lereng).
Lontaran Material (pijar),terjadi ketika letusan (magmatik) berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selain suhunya tinggi (>200?C), ukuran materialnya pun besar dengan diameter > 10 cm sehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai "bom vulkanik Hujan Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan arahnya tergantung dari arah angin. Karena ukurannya yang halus, material ini akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaran air tanah, pengrusakan tumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat.
Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnya liquid (cairan kental dan bersuhu tinggi, antara 700 - 1200?C . Karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila lava sudah dingin, maka wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah yang dilaluinya akan menjadi ladang batu.
Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang kerap menyebabkan kematian adalah gas CO2. Beberapa gunung yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah Gunung Api Tangkuban Perahu, Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan Gunung Api Papandayan.
Tsunami, umumnya dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat. Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun 1883.
b.      Bahaya Ikutan (Sekunder) 
Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba, sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.

E.     Klasifikasi Gunung Api di Indonesia
Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.
  • Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
  • Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.
  • Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
F. Sejarah Letusan Gunung Api di Indonesia
Gunung meletus bagi bangsa ini bukanlah sesuatu yang asing. Berabad silam, letusan – letusan gunung berapi di negeri ini sudah pernah terjadi. Berikut beberapa letusan gunung berapi yang sangat besar yang terjadi di Indonesia.
1.      Gunung Kelud
Sejak abad ke-15, Gunung Kelut telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung Kelut tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membawa maternity ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.
2.      Gunung Merapi
Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu.
Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan M ataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.
3.      Gunung Galunggung
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana expose Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa expose keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah.
Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
Kemudian pada 7 Oktober 1894, gunung ini kembali aktif diikuti muntahan awan panas yang menghancurkan sekitar 50 desa. Pada 27 Oktober, sempat terjadi aliran lahar panas yang serupa dengan letusan pada 1822.
Letusan ketiga, dimulai pada 16 Juli 1918 yang menghasilkan hujan abu dengan ketebalan dua sampai lima milimeter. Letusan yang diawali dengan gempa bumi ini terjadi selama empat hari. Letusan menghasilkan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85 meter. Kubah lava ini kemudian dinamakan gunung jadi.
Terakhir Gunung Galunggung meletus pada 1982. Letusan ini bertipe vulcanian vertical mirip letusan cendawan bom atom yang disertai dengan dentuman keras, pijaran api, serta kilatan halilintar. Semburan piroklastik, yang debu halusnya mencapai ketinggian 20 km ke udara menghujani kota Bandung, Tasikmalaya, Cianjur, Garut, dan kota-kota lainnya dalam radius 100 km. Debu total selama empat bulan yang mengguyur kota-kota tersebut sempat menimbulkan kepanikan dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk membersihkannya.
Galunggung meletus mulai 5 April 1982 hingga 8 Januari 1983, merupakan letusan terlama, yaitu sembilan bulan yang merenggut 18 korban jiwa. Tak hanya itu, erupsi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, karena selama sembilan bulan warga di 22 desa, harus mengungsi meninggalkan rumah mereka dan meninggalkan aktivitas pertanian akibat 100.00 hektar daerah di ssekitar gunung rata dengan tanah tertimpa batu, lahar, dan debu serta  puncak gunungnya runtuh hanyut terbawa lahar dingin ke daerah sekitarnya.

4.      Gunung Agung
Gunung Agung terakhir meletus pada 1963-64 dan mas ih aktif, dengan sebuah kawah besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan abu. Iranian kejauhan, gunung ini tampak kerucut, meskipun didalamnya terdapat kawah besar.
Dari puncak gunung, adalah mungkin untuk melihat puncak Gunung Rinjani di pulau Lombok, meskipun kedua gunung sering tertutup awan. Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk setempat mendengar ledakan keras dan melihat awan naik dari kawah Gunung Agung.
Pada tanggal 24 Februari lava mulai mengalir menuruni lereng utara gunung, akhirnya perjalanan 7 km dalam 20 hari mendatang. Pada tanggal 17 Maret, gunung berapi meletus, mengirimkan puing-puing 8-10 km ke udara dan menghasilkan aliran piroklastik yang besar.
Arus ini banyak menghancurkan desa-desa, menewaskan sekitar 1500 orang. Sebuah letusan kedua pada 16 Mei menyebabkan aliran awan panas yang menewaskan 200 penduduk lain.
5.       Krakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan wave yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, wave ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, state dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom corpuscle yang diledakkan di Hiroshima dan metropolis di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatoa menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatoa ini seben arnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit.
Sementara ketika Gunung Krakatoa meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatoa adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.

G.    Persiapan menghadapi Letusan gunung Berapi
Banyak hal yang dapat dipersiapkan selama gunung api memberikan sinyal sebagai tanda-tanda akan meletus, diantara seperti berikut ini.
a.       mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi
b.      membuat perencanaan penanganan bencana
c.       mempersiapkan pengungsian jika diperlukan
d.      mempersiapkan kebutuhan dasar (pangan, pakaian alat perlindungan)Jika terjadi Letusan gunung Berapi
e.       Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar
f.       Di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas
g.      Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan
h.      Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya
i.        Gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau lainnya
j.        Jangan memakai lensa kontak
k.      Pakai masker atau kain menutupi mulut dan hidung
l.        Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan.
m.    Setelah terjadinya Letusan Gunung Berapi
n.      Jauhi wilayah yang terkena hujan abu
o.      Bersihkan atap dari timbunan Abu, karena beratnya bisa merusak ataun meruntuhkan atap bangunan
p.      Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin motor, rem, persneling hingga pengapian.

H.    Kronologis Bencana Gunung Tambora
Gunung Tambora, Pulau Sumbawa Indonesia Letusan Terakhir : 10 April 1815. Muntahkan Magma : 100 km³. Lepasan abu (kubik) : 400 km³ debu ke angkasa. Tinggi abu : 44 km dari permukaan tanah. Lontaran abu : 1300km. Radius suara letusan : 2600 km Endapan aliran piroklastik : 7-20m Tsunami sepanjang pantai : sejauh 1200km, tinggi 1-4m, di Maluku Tsunami hingga 2 meter Korban letusan langsung : 117.000 korban jiwa. Kerajaan yang lenyap akibat letusan: Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar.
Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.
Perkiraan ketiga letusannya pada tahun:
- Letusan pertama: 39910 sebelum masehi ± 200 tahun
- Letusan kedua: 3050 sebelum masehi
- Letusan ketiga: 740 ± 150 tahun.
Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama.
            Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.
Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik.
            Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera.
Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.
            Pada saat letusan terjadi, beberapa orang Belanda yang berada di Surabaya mencatat dalam buku hariannya mengaku mendengar letusan tersebut, juga beberapa orang di benua Australia bagian Barat Laut.
Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena tiba-tiba muncul awan mendung yang membuat redupnya sinar matahari. Namun mereka tidak yakin karena yang mereka yakini awan, ternyata adalah asap dan debu vulkanis. Dan yang turun ke bumi bukanlah air melainkan debu dan kerikil kecil. Letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung terdahsyat sepanjang masa yang pernah tercatat.
Pada saat gunung Tambora meletus, daerah radius kurang lebih 600km dari gunung Tambora gelap gulita sepanjang hari hampir seminggu lamanya, letusan yg terdengar melebihi jarak 2000km dan suhu Bumi menurun hingga beberapa derajat yg mengakibatkan bumi menjadi dingin akibat sinar matahari terhalang debu vulkanis selama beberapa bulan.
Sehingga berdampak juga ke daerah Eropa & Amerika Utara mengalami musim dingin yg panjang. Sedangkan Australia dan daerah Afrika Selatan turun salju di saat musim panas. Peristiwa ini dikenal dengan “The year without summer” atau tahun tanpa musim panas.
Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI.
Sekitar tahun 1880 (± 30 tahun), Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.
            Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan gempa dan terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan ledakan.  
Total volume yang dikeluarkan Gunung Tambora saat meletus hebat hampir 200 tahun silam mencapai 150 kilometer kubik atau 150 miliar meter kubik. Deposit jatuhan abu yang terekam hingga sejauh 1.300 kilometer dari sumbernya.
Letusan pertama Gunung Tambora terdengar pada 5 April 1815 di Pulau Jawa (Jakarta), terdengar selama 15 menit dan berlangsung sampai kesokan harinya, seperti meriam. Demikian catatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamfford Raffles, tentang letusan Gunung Tambora dalam memoarnya The History of Java. Raffles menulis ledakan tersebut sempat disangka meriam yang menyerang pasukan di Yogyakarta. Pada 6 April, sinar matahari tertutup dan ‘hujan abu’ dalam jumlah kecil pun mulai menyelimuti Sulawesi dan Gresik di Jawa Timur.
Catatan tentang letusan Gunung Tambora juga tercantum pada naskah kuno Kerajaan Bima, Bo Sangaji Kai. “Maka gelap berbalik lagi lebih dari pada malam itu, maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang, kemudian maka turunlah krisik batu dan habu seperti dituang lamanya tiga hari dua malam,” sebut naskah kuno itu sebagaimana dibacakan ahli filologi Siti Maryam Salahuddin, 88 tahun, yang merupakan putri Sultan Bima terakhir, Muhamad Salahuddin. Berdasarkan laporan Letnan Owen Philips, selaku utusan Raffles, Raja Sanggar masih hidup dan menjadi saksi peristiwa tersebut. “Sekitar pukul 7 malam tanggal 10 April terlihat tiga bola api besar keluar dari Gunung Tomboro. Kemudian tiga bola api itu bergabung di udara dalam satu ledakan dahsyat” demikian keterangan Raja Sanggar.
Dalam memoirnya, Raffles menceritakan, "Gemuruh itu awalnya dikaitkan dengan adanya meriam pada jarak jauh, sedemikian sehingga tentara dibariskan di Yogyakarta untuk mengantisipasi serangan pihak lain dan kapal juga dibariskan di pantai mewaspadai kondisi sulit."
Raffles seperti dikutip Clive Oppenheimer dalam makalahnya di jurnal Progress in Physical Geology pada 2003 melanjutkan, "Namum pada pagi hari berikutnya, abu tipis menghapus semua keraguan, dan seiring erupsi terus terjadi, suara terdengar begitu dekat, terdengar begitu dekat di setiap daerah sehingga dikaitkan dengan letusan gunung Merapi, Kelut, dan Bromo."
Orang yang tinggal di wilayah sekitar Tambora meminta pemerintah di Bima untuk melihat situasi. Pihak berwenang kemudian mengirim seseorang bernama Israel, tiba di sekitar Tambora pada 9 April 1815.
Tapi belum sempat penyelidikan dimulai, tanggal 10 April 1815 sekitar pukul 19.00 WITA, Tambora kembali mengamuk. Kali itu, erupsinya berlangsung kurang dari 3 jam namun dengan skala lebih besar. Letusannya menurut volcanic explosivity index mencapai skala 7 dari 8. Hanya gunung Toba yang meletus 74.000 tahun lalu dengan magnitudo 8 yang mengalahkannya.
Cerita terbaik kedahsyatan letusan pada malam datang dari Letnan Owen Phillip. Dia diutus Raffles ke Sumbawa membawa beras dan menyelidiki dampak letusan pada 5 April. Di Dompu, dia bertemu raja Sanggar yang ajaibnya selamat dari bencana letusan, mengungsi.
”Sekitar pukul 7 malam pada 10 April (1815), tiga kolom muncul dari puncak Gunung Tambora. (Semuanya terlihat berasal dari kawah) Setelah naik secara terpisah ke ketinggian, ketiga kolom bergabung secara aneh dan mengerikan," demikian Phillips menceritakan kemudian pada Raffles.
Phillip melanjutkan, "Dalam sekejap, seluruh bagian gunung di Sanggar tampak bagai cairan api, melebar ke segala arah. Api dan kolom asap terus saja membumbung hingga gelap sebab banyaknya material yang jatuh mengaburkannya sekitar pukul 8 malam."
Abu kemudian mulai turun antara pukul 9 hingga 10 malam. Kemudian, pohon-pohon yang tercerabut dari akarnya serta batu-batu raksasa mulai terlempar ke Sanggar antara pukul 10 hingga 11 malam. Stothers dalam makalahnya mengatakan, kolom erupsi mungkin musnah akibat massanya sendiri sebelum pukul 10 malam dan kaldera terbentuk pada saat yang sama.
Awan panas lalu turun gunung dan menerjang desa Tambora, meluluhlantakkannya. Lalu, angin ribut terjadi di Sanggar. Angin ribut yang terjadi sekitar 1 jam itu tak mencapai Bima yang terjarak 60 kilometer dari Tambora.
Material vulkanik mengalir ke lautan, menyebabkan tsunami. Gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter mencapai Sanggar pukul 10.00 malam. Gelombang menjalar hingga Besuki di Jawa bagian timur, mencapai wilayah itu dengan ketinggian sekitar 1 - 2 meter beberapa saat kemudian. Tsunami juga diperkirakan mencapai Madura dengan ketinggian 1 meter.
"Mawar laut setinggi hampir 12 kaki yang tak pernah terjadi sebelumnya menghantam Sanggar yang cuma seperti sebulir padi, menghanyutkan rumah dan apapun yang ada dalam jangkauannya," demikian cerita Phillip tentang tsunami.
Suara ledakan mulai terdengar pukul 11 malam. Setelah itu, suara tersebut tak berhenti hingga 15 April 1815. Suara terdengar hingga Cirebon, Bengkulu, Makassar, Ternate dan sejumlah wilayah Indonesia lainnya. Abu pun menghujani banyak kota.
Dalam The History of Java, Raffles menceritakan penafsiran koresponden dari Gresik tentang gemuruh dan abu. Menurut koresponden Gresik itu, banyak warga mengaitkan gelap dan abu akibat letusan Tambora sebagai peristiwa pernikahan Nyi Loro Kidul dengan putranya. Suara gemuruh adalah ucapan selamat dari prajuritnya dan abu adalah ampas senjatanya.
Kota Bima sendiri tetap gelap hingga pukul 12 siang pada 12 April 1815. Sementara di Makassar, hingga 11 April 1815 pukul 8.00, langit tetap gelap. Pada dasarnya, seluruh kota dalam radius 600 km terdampak oleh hujan abu dan letusan hingga gelap 2 hari.
Udara di sejumlah kota setelah letusan awalnya panas tetapi kemudian terasa dingin. Hingga wilayah Jakarta, dilaporkan bahwa udara berbau nitrogen. Di Tambora sendiri, asap masih terlihat hingga tanggal 23 April 1815. Sementara, getaran akibat aktivitas vulkanik masih terjadi hingga 23 Agustus 1815.
Letusan Tambora kali itu memangkas badannya sendiri. Semula berketinggian sekitar 4.300 meter, kini Tambora hanya 2.850 meter. Letusan juga mengakibatkan terbentuknya kaldera selebar 6 kilometer dan sedalam 600-an meter.
Begitulah letusan dahsyat itu terjadi tepat 200 tahun lalu. Setelah berlalu, saatnya kini mengambil pelajaran dari peristiwa itu. Indonesia rawan bencana gempa dan gunung api. Oleh karena itu, penting untuk mengenal gunung dan mewaspadainya. Hidup di gunung yang membawa kesuburan boleh, tetapi tidak mengabaikan risikonya.

I.        Pengaruh Letusan Tambora Terhadap Perubahan Iklim Dunia

Tahun tanpa musim panas

Catatan berbagai saksi mata dan hasil analisis para ahli semakin menegaskan bahwa letusan Gunung Tambora pada 1815 merupakan yang terbesar dalam catatan sejarah modern. Material vulkanis yang dikeluarkan saat Gunung Tambora meletus mencapai lebih dari 100km kubik atau 100 milliar meter kubik, sedangkan Gunung Merapi ‘hanya’ memuntahkan 150 juta meter kubik.
“Volcanic Eruption Index Tambora skala 7. Itu yang terbesar dan baru pertama terjadi pada sejarah modern. Sementara Merapi mencapai skala 4,” jelas Surono. Dampaknya sangat luas. Aerosol sulfat yang dikeluarkan oleh letusan Tambora tertahan di atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari ke bumi. Setahun kemudian, gelap masih menyelimuti Benua Eropa pada musim panas. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai ‘Tahun tanpa musim panas’. Letusan tersebut juga menyebabkan ketinggian Gunung Tambora menyusut hampir separuhnya menjadi 2.700 meter dari permukaan laut (mdpl).

Kelaparan

Imbas letusan Gunung Tambora kepada nyawa manusia jauh lebih dahsyat. Dalam laporan kepada Raffles, Letnan Owen Philips menjelaskan kondisi Pulau Sumbawa dan Dompu yang melewati sebagian wilayah Bima. Sebagian besar wilayah Kerajaan Sanggar yang terletak di kaki Gunung Tambora turut hancur.
“Bencana terbesar yang dialami penduduk sangat mengerikan untuk dikisahkan. Mayat-mayat masih bergelimpangan di tepi jalan dan di beberapa perkampungan tersapu bersih, rumah rumah hancur, penduduk yang masih hidup menderita kelaparan,” tulis Phillips.
Sejumlah catatan menyebutkan material vulkanis dari Gunung Tambora juga menyebabkan gagal panen di Pulau Tambora dan Pulau Bali. Akibatnya, sebanyak 100 ribu jiwa meninggal di wilayah sekitar Pulau Sumbawa dan 200.000 jiwa secara global.
Situasi setelah letusan digambarkan dalam naskah kuno Kerajaan Bima yang ditulis pada 1815.
“Maka heran sekalian hambanya, melihat karunia Rabbal’alamin yang melakukan al-Fa’alu-I-Lima Yurid ( Apa yang dikehendakiNya), maka teranglah hari maka melihat rumah dan tanaman maka rusak semuanya demikianlah adanya, yaitu pecah gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad.”

Ancaman bencana

Ahli geologi dari Museum Geologi Bandung, Indyo Pratomo, yang terlibat dalam penelitian bersama Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat, pada 2007, menemukan kerangka manusia di Dusun Oi Bura yang dapat digunakan untuk merekonstruksi kejadian saat letusan Gunung Tambora.
“Kerangka yang kita jumpai masih bertahan di tempat pada saat terjadi letusan utama. Mereka kebetulan jatuh masih di bawah rumah sendiri, tertimbun rumahnya sendiri. Mungkin juga pada saat itu hujan karena kita temui endapan lumpur. Jadi diperkirakan dia jatuh di dalam lumpur karena di bagian bawahnya itu utuh dalam artian tidak terbakar,” jelas Indyo.
Dari temuan itu, diduga penduduk di kaki Gunung Tambora ketika itu tidak mengenal ancaman gunung berapi. Selain Tambora, gunung berapi lain di wilayah Indonesia yang tercatat sebagai letusan besar dalam sejarah modern yaitu Krakatau pada 1883, meski kedahsyatannya di bawah Tambora.
Penelitian internasional pada 2003 menemukan jejak letusan Gunung Samalas di Lombok NTB yang terjadi pada tahun 1257 berupa abu kimia yang terdapat di Arktik Kutub Utara dan Antartika. Struktur awal gunung purba ini menyisakan kawah besar yang kini lebih dikenal dengan nama Danau Segara Anak. Gunung Purba lain yang meletus pada 74.000 tahun lalu adalah Toba yang menyisakan kawah berupa danau dengan panjang 100 km dan lebar 30 km.
Di Indonesia terdapat 127 gunung berapi, 69 diantaranya dipantau karena pernah meletus sekali sejak 1600 an. Sekitar empat juta orang tinggal di sekitar gunung-gunung berapi tersebut. Kepala Badan Geologi Surono mengatakan keberadaan gunung berapi tidak hanya memberikan tanah yang subur dan potensi wisata, tetapi juga memunculkan pentingnya edukasi tentang potensi ancaman sebagai upaya untuk pengurangan risiko bencana. (BBC INDONESIA)
J.      Penemuan Situs Sejarah Pasca Letusan
 Paska penggalian situs Tambora, tak banyak yang ditindaklanjuti, padahal banyak saksi sejarah di situs tersebut yang layak dipubliksi ke masyarakat. Penemuan situs daerah-daerah terpendam, yang diduga merupakan tiga kerajaan korban awan panas ledakan gunung Tambora tahun 1815 silam, kini dalam kondisi yang mengenaskan karena tererosi hujan dan panas tanpa perlindungan secukupnya. Demikian laporan Igan S. Sutawijaya, peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bandung, Kamis (30/3/2006). “Menurut laporan dari seorang teman yang melakukan penelitian pertambangan di daerah tersebut baru-baru ini, menunjukan bahwa situs berharga Tambora kini terus tererosi hujan dan panas. Tanpa perhatian dari pemerintah daerah, seperti yang mereka janjikan,” jelas Igan.
Sebelumnya menurut Igan, situs tersebut mereka tinggalkan karena kurangnya dana dalam penelitian. Hingga kemudian penelitian yang dilakukannya bersama Gerson, seorang peneliti geologi dari Amerika Serikat harus ditunda dahulu. “Rencananya baru pertengahan April ini kami kembali ke sana, karena adanya dukungan dari Museum Geologi Bandung,” tambah Igan.
Namun ironisnya kini keberadaan situs tersebut makin mengkhawatirkan. Pemerintah daerah setempat yang sebelumnya menjanjikan untuk menjaga situs terebut tampaknya tidak menjalankan fungsinya. “Dulu waktu kami tinggalkan sempat kami ingin kubur kembali dengan pasir situs tersebut. Agar ancaman erosi dari hujan dan panas bisa dikurangi,” urai Igan. Namun pihak pemerintah daerah memutuskan agar tidak perlu dilakukan hal tersebut. Dan mereka berjanji akan menjaga situs dengan menutupinya memakai plastik. Namun tampaknya janji tersebut tak dilakukan, karena situs didiamkan saja tanpa apapun melindunginya.
Kini menurut tim pertambangan ITB yang melakukan penelitian di daerah tersebut akhir-akhir ini, menunjukan bahwa sebagian daerah situs telah terkubur kembali dan hilang tererosi, tanpa perlindungan apapun.
Hal ini menurut Igan agak mengenaskan, mengingat tingginya nilai sejarah dari daerah tersebut. Ledakan Tambora sendiri menurut Igan merupakan salah satu letusan gunung berapi terdahsyat yang ada di dunia. Bahkan lebih dahsyat dari ledakan gunung Krakatau. Karena mampu merubah iklim yang ada di dunia ini. Bahkan rencana pertempuran Napoleon harus terbengkalai karena dampak letusan tersebut, karena makin lamanya musim dingin yang menghantui dalam perjalanan mereka menguasai Rusia.
Kini Igan bersama dengan museum Geologi Bandung berencana menyambangi situs tersebut kembali. Rencana pertengahan April kedepan, mereka akan menseriuskan kembali penelitian ini, dengan tujuan akhir terciptanya museum alam untuk mengenang peristiwa dahsyat tersebut.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material ya ng dikeluarkan pada saat meletus.
Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terlatak diatas pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng pasifik. Pertemuan dari tiga lempeng bumi diatas menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Dibumi ini terdapat dua jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya melewati Indonesia.
B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis meminta kritik dan saran kepada Bapak/Ibu serta rekan-rekan sekalian bila ada kekurangan ataupun kesalahan kata kata yang tidak pada tempatnya, karena di dalam penulisan makalah ini penulis masih merasa banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk kemajuan penulis dalam menulis selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
 Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta : LPP UNS
Nazarudin, Ramani. 1996. Geomorfologi. Padang : UNP Press
Asikin, Suhendar. 1976. Geologi Dasar. Bandung : ITB
Budiyati, Titik. 2009. Geografi.Klaten: Viva Pakarindo.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Teori Lokasi

Makalah Geomorfologi Pelapukan Batuan

Rangkuman Materi : GEOGRAFI INDUSTRI